Social Icons

Data

Senin, 21 Maret 2011

Apa itu Endometriosis?

Bila seorang wanita mengalami sedikit kram perut pada hari pertama, atau hari kedua, masa haidnya, sebenarnya hal itu dianggap masalah biasa, karena lebih dari separuh jumlah wanita mengalaminya. Setiap wanita akan mengalami sekitar 400 kali haid sejak pertama kali mereka mendapatkannya, atau akan mengalaminya selama 33 tahun dalam hidupnya menjelang menopause (masa berhenti haid). Kram sewaktu haid itu bisa berupa rasa nyeri di perut bagian bawah atau paha. Bahkan ada yang merasa mual, muntah, diare, dan sakit kepala.

Tetapi, sekitar 10% wanita yang menderita endometriosis mengalami rasa nyeri yang demikian hebat, sehingga perlu minum obat untuk dapat melakukan kegiatan rutinnya. Di antara mereka itu terdapat selebritis kondang, seperti Marilyn Monroe, Susan Sarandon, Louise Redknapp, Karen Duffy. Semua itu dimulai dari gangguan haid, yang terjadi entah mengapa, dan masih menjadi misteri bagi kalangan medis.

Endometriosis adalah kasus jaringan endometrium (lapisan dinding rahim) yang tumbuh di luar rahim (implan endometrium). Kata endometrium sendiri berasal dari bahasa Latin (Yunani) endo (di dalam) dan metra (rahim). Kasus endometriosis untuk pertama kali dilontarkan sekitar 300 tahun lalu, tepatnya pada tahun 1696, oleh Sabiard. Namun, laporan berupa penjelasan resmi di kalangan medis, baru dilansir oleh Dr.Von Rokitansky pada tahun 1860. Meskipun demikian, sejarah mencatat bahwa implan yang tumbuh di tempat yang salah itulah, menurut laporan Dr. Sampson dari Albany Hospital New York, sebagai penyebab dari nyeri haid yang berlebihan, disertai dengan nyeri panggul, dan nyeri sewaktu berhubungan intim. Juga disebutnya sebagai penyebab infertilitas.

Dalam setiap siklus haid, endometrium menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan untuk mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh indung telur. Rahim (uterus) dan indung telur (ovarium) terhubungkan dengan saluran telur, yang juga disebut sebagai tuba falopii (fallopian tube). Apabila telur yang sudah matang itu tidak dibuahi oleh sperma, maka lapisan dinding rahim tadi akan mengelupas pada akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding rahim itulah yang disebut peristiwa haid. Keseluruhan proses itu diatur oleh hormon reproduksi, dan biasanya memerlukan waktu antara 28 sampai 30 hari, dan kembali lagi ke awal proses.

Jika tidak ada kelainan ginekologis, rasa nyeri tersebut adalah gejala dismenorea primer (dysmenorrhea primer) sebagai gejala biasa yang mungkin dialami setiap wanita pada masa pubernya. Meskipun terasa sakit, dismenorea primer tidak berbahaya. Rasa nyeri itu biasanya akan lenyap pada pertengahan usia 20-an atau paling lama setelah melahirkan. Kata dismenorea itu berasal dari bahasa Latin untuk menjelaskan adanya aliran bulanan yang terhambat.

Kondisi ini, biasa terjadi pada gadis remaja dan wanita muda, yang disebabkan karena dinding rahim lebih tebal dari biasanya, dan tingginya kadar prostaglandin, zat yang membuat otot-otot rahim berkontraksi lebih kuat untuk melepaskan lapisan dinding rahim yang tidak dipakai lagi. Prostaglandin adalah suatu zat kimia mirip hormon yang membantu mengaktiyasi sistem imun (kekebalan tubuh) dengan mengendalikan kerja fungsi peradangan (inflamatorik) untuk membuang jaringan yang rusak atau tidak dipakai lagi. Selain itu prostaglandin akan memberikan pesan pembersihan tersebut berupa rasa nyeri ke otak.

Yang perlu diwaspadai adalah dismenorea sekunder, yaitu rasa nyeri yang disebabkan oleh gangguan ginekologis, karena dapat menyebabkan gangguan tambahan masa haid yang berbahaya. Hal itu bisa disebabkan oleh banyak kemungkinan, yaitu karma gangguan endometriosis atau fibroid (suatu tumor jinak) pada dinding rahim, adanya kista atau tumor pada indung telur, penyakit radang pinggul, atau mungkin pula karena infeksi dari penyakit yang ditularkan akibat hubungan seksual.

Dalam kasus endometriosis, ada jaringan kecil endometrium yang diperkirakan berimigrasi ke luar rahim melalui saluran telur. Di tempat barunya itu, jaringan tersebut mengambang dengan bebas dan menempel (terplantasi) ke jaringan lain. Jaringan yang tumbuh menempel itu, atau disebut endometrium implan, bereaksi setiap bulan menanggapi hormon estrogen seolah-olah masih berada di dalam rahim, menebal dan mengelupas pula. Penampilan endometrium implan pun mirip dengan yang aslinya, berupa jaringan kantung berwarna cokelat (chocolate cysts)—disebut demikian karena mengandung cairan berwarna cokelat dari darah yang teroksidasi yang menyebar pada selaput perut (peritonium). Namun, dalam banyak kasus implan tersebut tidak berwarna sama sekali (nonpigmented endometrisis), yang dapat mengelabui pada waktu pembuangannya melalui pembedahan, karena dokter cenderung hanya membuang jaringan yang berwarna gelap (powder burn) saja.

Kumpulan baru jaringan yang terkelupas itu berbiak menciptakan implan baru, sehingga berkembang di antara organ panggul dan menempel bersama menjadi semakin besar. Namun, bila yang tumbuh di dalam rahim dapat mengelupas dan keluar bersama cairan haid, atau dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh, maka endometrium implan tidak punya jalan ke luar dan tetap tumbuh di tempat menyangkutnya semula.

Selain itu, jaringan endometrium yang hanyut ke mana-mana itu juga melekat pada organ-organ tertentu, misalnya pada indung telur, usus besar, atau kandung kemih, dengan akibat terjadinya jaringan parut yang mengerut. l’engerutan itu menyebabkan terjadinya gangguan fungsi pada organ-organ yang tertransplantasi tersebut.

Saat haid, darah ke luar sehingga membuat jaringan endometrium implan membengkak (radang) dengan disertai dengan rasa nyeri, dan gejala-gejala lain. Penderita akan mengeluh selama siklus haid, yang meningkat siksaannya menjadi semakin parah pada hari-hari terakhir masa haid. Mengapa terjadi rasa nyeri berlebihan dari endometriosis diungkapkan dari hasil penelitian, bahwa itu terjadi karena jaringan implan tersebut bereaksi terhadap rangsangan hormon estrogen, yang juga ikut pecah selama haid mengikuti endometrium yang asli di tempatnya semula (dinding rahim). Kondisi tersebut memicu respons sistem peradangan tubuh untuk mengaktifkan senyawa sitokin (cytokine) yang memberikan sinyal rasa nyeri tersebut. Namun, penderita endometriosis kadang ada yang mengalami nyeri yang hebat, tetapi ada juga yang tidak mengalami gejala apa pun.

Jika pembengkakan itu terjadi di dalam pinggul di belakang rahim, seperti yang kadang-kadang terjadi, maka pada saat melakukan hubungan intim (seks) akan terasa sakit ketika terjadi penetrasi vagina yang dalam. Selain itu, karena darah dan jaringan kecil ini diserap oleh organ di sekitarnya. Proses itu dapat menyebabkan terjadinya penempelan antara sesama jaringan yang luka tersebut, atau menempel pada indung telur dan saluran indung telur. Bila terjadi penyumbatan saluran indung telur, dapat terjadi kemandulan.
 
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates